Bagaimanapun kondisi biologis dan jiwa orangtua, kasih sayang dan kelembutan adalah hak yang setiap hari didambakan anak * Anda memiliki waktu seumur hidup untuk bekerja, Namun anak-anak hanya memiliki masa kecil sekali * Jika anda bisa memberikan putra atau putrid anda sebuah hadiah, biarkanlah itu sebuah semangat *

Selasa, 07 Februari 2012

TAK HARUS BELI


“ Ma, uang tabungan Lian boleh diambil ya?” rajuk Lian pada mamanya.
“Buat apa? Kemarin kan sudah diambil. Sekarang mau diambil lagi?” Tanya Mama.
“Kalau kemarin kan buat beli gelang  Ma, sekarang  Lian mau  beli bandana” jawab Lian.
“Loh,  bukannya Lian dulu pernah bilang sama Mama kalau uang tabungannya mau buat beli buku?” mama mengingatkan Lian akan janjinya sebulan yang lalu. Waktu itu Lian melihat buku Kecil-kecil Punya Karya di toko buku. Lian ingin sekali memiliki buku itu, tapi uang tabungannya belum cukup.
“Tapi Ma, Lian ingin punya bandana seperti Nesha” rajuk Lian lagi pada Mama.
“Lian, kalau ingin sesuatu, semuanya harus direncanakan.  Tidak semuanya  harus dibeli. Dari beberapa kebutuhan harus dilihat mana yang lebih penting untuk didahulukan” nasihat Mama.  Lian sudah hafal, jika Mama menasihatinya seperti ini,  artinya uang tabungan Lian tidak boleh digunakan selain buat beli buku.
“Lian!” tiba-tiba ada sesorang memanggil dari luar. Lian sudah tahu itu pasti suara Nesha.
“Ma, Lian main ke rumah Nesha dulu ya” pamit Lian pada Mamanya.
“Ya. Tapi nanti kalau mama Nesha sudah di rumah, Lian juga segera pulang ya” pesan Mama. Hari ini Lian memang diminta untuk menemani Nesha karena mamanya ke luar kota.
            Rumah Nesha kelihatan sepi dari luar.
            “Bude! Tolong bukain pintu!” Nesha memanggil pembantunya. Tak lama kemudian pintu dibuka.
            “Apa kabar, Bude?” sapa Lian .
            “Baik. Ayo masuk” ajak bude. Lian dan Nesha segera masuk.
            “Li, bagaimana kalau kita bermain profesi” usul Nesha.
            “Bermain profesi itu seperti apa? Aku baru dengar” Tanya Lian tak mengerti.
            “Begini. Cita-citaku kan ingin jadi dokter. Jadi aku nanti berpakaian dan bermain peran seperti dokter. Begitu juga Lian, Lian berdandan dan berperan sesuai dengan cita-cita Lian” terang Nesha.
            “O…berarti aku harus berdandan dan berperan  sebagai pegawai bank?” Lian mulai faham maksud Nesha. Nesha mengangguk. Nesha mengajak Lian ke kamarnya untuk mengambil beberapa benda yang bisa digunakan untuk bermain peran. Satu kardus besar mereka angkat berdua. Kardus itu ternyata isinya bermacam-macam. Ada stetoskop mainan, setrika pelastik dan berbagai asesoris mulai dari gelang, kalung, bandana dan ikat rambut.
            “Wah, pasti Nesha menghabiskan uang banyak buat membeli semua mainan ini” ujar Lian.
            “Siapa bilang. Aku cuma membeli stetoskop dan setrika mainan saja, yang lain buatan sendiri” jawab Nesha.
            “Kalung dan gelangnya juga buatan Nesha?” tanya Lian seakan tidak percaya. Nesha mengangguk.
            “Mau aku ajarin buat kalung seperti ini? Aku masih punya bahannya kok. Tunggu ya aku ambil”. Nesha mengambil kotak kecil dari kamarnya.
            “Ini namanya monte. Ini yang memberi mamaku. Mamaku kan pengrajin tas monte. Bahannya sering sisa jadi aku minta. Kalau ada waktu luang montenya aku rangkai pakai senar seperti ini” Nesha menunjukkan cara merangkai. Tangannya terampil memasukkan biji-biji monte ke dalam senar. Lian memperhatikannya dengan serius.
            “Tidak hanya gelang dan kalung, bandana kain  ini juga buatanku sendiri”   kata Nesha setelah selesai merangkai gelangnya.
            “Lihat ini jahitannya tidak serapi kalau memakai mesin jahit kan? Aku belum bisa menjahit dengan mesin, jadi aku menjahitnya dengan tangan.”ujar Nesha ingin meyakinkan Lian.
            “Tapi hasilnya rapi kok” puji Lian.
“Kata mama, meski menggunakan jahit tangan hasilnya bisa bagus asalkan menjahitnya rapi dan teliti. O iya benang yang digunakan harus sewarna dengan bahan. Tujuannya supaya jika ada jahitan yang tidak lurus bisa tersamar dengan warna bahannya. Terang Nesha. Lian hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Eh jadi nggak bermain profesinya” tanya Nesha.
“Kok kayaknya aku lebih tertarik belajar membuat bandana” jawab Lian seraya mengerling ke arah Nesha. Rupanya Nesha tidak keberatan membagi ilmunya pada Lian. Nesha mengambil dua potongan perca dari kardus sisa kain. Mereka lalu memotong kain perca tersebut menjadi potongan memanjang. Lian dan Nesha tampak asyik membuat bandana.
“Ma, Lian sekarang punya bandana” pamer Lian pada mama sesampai di rumah.
“Diberi Nesha?” tebak mama
“Nggak ma. Tadi Lian belajar membuat bandana sama Nesha” jawab Lian.
“Wah enak ya uang tabungan tidak berkurang tapi tetap bisa punya bandana” goda mama.
“Iya dong. Lian juga terima order kalau mama ingin punya bandana” ujar Lian tak mau kalah. Lian dan Mama akhirnya tertawa. Lian sekarang mengerti  bahwa kalau menginginkan sesuatu ternyata tidak semuanya harus dibeli.

Tidak ada komentar: